MELATIH MENTAL KAYA PADA ANAK
Oleh : Irma Nur Ariyanti
Kehidupan
setiap anak itu pasti berbeda. Ada yang hidup dalam keluarga serba
berkecukupan, namun ada pula yang hidup dalam keluarga sederhana. Yang jika
ingin sesuatu, harus bisa menabung dalam beberapa waktu lamanya. Berbeda dengan
anak yang orang tuanya hidup dalam berkecukupan, keperluan apapun, bisa segera
di penuhi oleh orang tuanya.
Akan tetapi,
Pemberian materi pada anak bukanlah hal yang utama. Memberikan pendidikan,
membangun pola fikirnya, melatih mentalnya ke arah yang positif, itu adalah
sesuatu yang sangat penting. Contohnya seperti yang akan saya bahas, yaitu
melatih mental kaya pada anak.
Menjadi anak
yang dermawan, disukai orang lain, banyak temannya yang sayang, itu idaman para
orang tua. Maaf sebelumnya, atau apakah ada yang tidak menyukai anaknya jadi
orang yang dermawan? Hehehe...
Orang tua
kaya, belum tentu anak juga bermental kaya. Begitupun sebaliknya, orang yang
hidup dalam kekurangan belum tentu juga bermental miskin. Ada yang orang tuanya
kaya atau sederhana, anaknya pun bermental kaya.
Dia merasa
iba, penuh simpati dan empati pada orang lain. Menerapkan mental semacam itu
perlu pendidikan sejak dini.
Semua tidak
terlepas dari pendidikan dan kebiasaan orang tuanya. Dari kebiasaan orang tua,
anak akan mencontohnya. Apalagi jika kita beri pola fikir, bahwa bahagia itu
adalah ketika membuat orang lain bahagia.
Saya akan
memberi contoh anak bungsu saya. Ketika pulang latihan pencak silat tempo hari,
dia langsung cerita.
"Mah,
tadi Syahra ga jajan da," sambil cium tangan.
"Kenapa
atuh? Uangnya mana?" ujar saya.
"Di
kasiin ke anak kecil tea, yang suka cari barang bekas. Kasian," jawabnya
polos.
"Ooh,
ya udah. Pinter anak mamah teh," lanjut saya sambil mengusap kepalanya.
"Ya kan
ngeliat mamah, mamah juga suka ngasih ke anak kecil itu. Ya udah, Syahra juga
ngikutin".
Dor !
Tanpa saya
sadari, apa yang sudah saya lakukan, ternyata diam-diam diperhatikan dan
diikuti oleh si bungsu. Kehidupan kami, masih jauh dari kata kaya. Tapi,
seringnya mendengar ceramah, mendengarkan kisah-kisah sukses orang-orang hebat
yang senang berbagi pada sesama, hal itu sangat menginspirasi. Dan saya coba
belajar untuk mempraktekannya.
Memang
benar, semakin banyak berbagi, semakin banyak pula kebahagiaan yang kita dapat.
Rezeki pun, sering datang dari jalan yang tak di sangka-sangka.
Begitu pula
yang dilakukan oleh anak yang bungsu. Ketika temannya main ke rumah, dia selalu
minta izin untuk memberi makanan yang saya buat pada temannya. Bahkan pada
seekor kucing pun, dia akan dengan sigap meminta izin mengambil makanan kucing,
untuk diberikan pada kucing yang datang ke rumah, walaupun bukan kucing kami.
Sampai suatu
hari pernah bilang,
"Mamah,
kalo kemana-mana teh bawa makanan kucing mah, jadi kalo liat kucing dijalan,
bisa dikasih makan. Kan memberi pada binatang juga itu sodaqoh," ujarnya.
Namun, saya
pun tetap memberi arahan, bahwa memberi itu adalah hal baik. Tapi, tetap harus
bisa melihat mana yang benar-benar kewajiban, dan mana yang Sunnah. Misalkan
saya pernah memberi nasehat,
"Kalo
dibawakan uang untuk bayaran sekolah, nah, itu tetap harus untuk bayaran.
Karena itu amanah dan kewajiban Syahra dari Mamah. Berbagi itu baik, namun
Syahra juga harus faham, mana uang yang boleh untuk dikasihkan ke orang, dan
mana yang harus diberikan pada yang sudah di amanah kan,"
Maka dari
itu, dia selalu berbagi pada yang lain, dari sebagian uang jajannya. Materi yang kita berikan pada anak-anak, itu
bisa habis ibu, bapak. Namun pendidikan dan bekal ilmu, itu akan dibawa sampai
akhir hayatnya bahkan sampai di hari nanti. Ingin anak kita bersikap baik, mulailah
dari diri kita sendiri. Karena anak Insyaa Allah akan mengikuti dengan
sendirinya.
Saya juga
masih banyak belajar, semoga sharing ini bisa bermanfaat. Melatih anak
bermental kaya, membuat dia bisa mengerti apa yang orang lain rasakan.
Sukabumi, 8 Maret 2020,
(Seorang Ibu penuh kebahagiaan)
No comments:
Post a Comment