Mahasiswa dan Konten Debat yang Tidak Penting - Majalah Literasi Dinamis

Breaking

Majalah Literasi Dinamis merupakan bagian dari Literasi Dinamis (LidiNews.com). Media Majalah Literasi Dinamis Membagikan informasi tentang Dunia Kampus dan Literasi.

Followers

Monday, March 30, 2020

Mahasiswa dan Konten Debat yang Tidak Penting

Mahasiswa dan Konten Debat yang Tidak Penting
Oleh : Arjuna H T M
Berbicara mahasiswa maka tidak akan lepas dari salah satu kemampuan yang sepertinya berstatus otomatis disandang bahkan dari awal saat mendaftar di suatu perguruan tinggi manapun. Ya debat, kemampuan tersebut memang sangat identik dengan identitas mahasiswa yang terkenal harus menguasai banyak teori dan komunikatif dimanapun.

Mahasiswa dan Konten Debat yang Tidak Penting sebenarnya bukan hanya suatu moment dimana ada satu orang dengan satu orang lain membicarakan suatu masalah yang sama dengan cara pandang yang bertolak belakang sama sekali dan tentu dengan hasil akhir yang berbeda dari kedua sisi. Tetapi debat adalah suatu teknik atau metode penyelesaian masalah dengan konsep looking with all of side the problem.

Ini sebabnya debat sering sekali dijadikan salah satu kejuaran lomba untuk civitas akademika, mulai dari siswa tingkat menengah atas sampai mahasiswa segala jurusan. Tentu menarik saat melihat orang-orang berpendidikan dan mempunyai referensi yang kuat sedang membicarakan satu masalah dengan sudut pandang masing-masing dan bahkan kadang menubruk teori satu dengan teori lain.

Lomba debat biasanya diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan berintegritas tinggi dan mempunyai kecenderungan dalam penguasaan seputar aspek pendidikan. Atau bisa pula lomba debat diadakan oleh instansi pemerintah atau yang bekerja sama dengan pemerintah terkait riset dan perkembangan ilmu pengentahuan.

Lewat faktor itulah mahasiswa dan debat khususnya debat ilmiah tidak bisa dipisahkan. Ketika sudah memiliki gelar mahasiswa otomatis gelar pelajar yang pintar berdebat akan tersemat di bahu anda tanpa anda minta. Dan tentu mahasiswa dan kemampuan ahli debatnya berlaku untuk seluruh mahasiswa dalam jurusan apapun.

Sekedar informasi, lembaga pemetintah yakni Kemenristek Dikti juga mendukung mahasiswa agar mampu dan memiliki keahlian dalam berdebat. Bagi mereka, debat membantu mahasiswa agar tetap berpikir kritis dan mampu menjadi teman diskusi yang baik bagi pemerintah.

Kita tau bahwa debat mampu melatih kemampuan komunikasi yang baik, meningkatkan kepercayaan diri dan mengasah ingatan tentang banyak teori yang dipelajari. Sayangnya, dewasa ini mahasiswa dan debatnya cenderung mengesampingkan nilai ilmiah yang terkandung dalam debat tersebut.

Oknum mahasiswa lebih mengedapankan tentang menunjukkan keagresifan mereka dalam melihat suatu masalah yang kadang masalah yang dibahas bukan suatu hal urgent dan harus diperdebatkan. Sehingga yang tampak dipermukaan adalah tipe mahasiswa agresif dalam berbicara dan menyanggah pembicaraan lawan komunikasi.

Mahasiswa dan konten debat yang tidak penting, bukan mahasiwa yang memiliki kemampuan dan wawasan luas sebagai modal berdebat. Yang sebenarnya tidak bisa dilupakan yaitu debat juga memiliki etika saat dilakukan. Sederhana namun akan berbeda hasil jika dilakukan saat berdebat. Yakni sopan santun, mengucapkan terima kasih atas pendapat lawan bicara, mengucapkan maaf jika memiliki referensi lain dan tidak memotong pembicaraan lawan.

Sederhana, namun berefek di akhir debat. Tetap akan bisa berkomunikasi dengan baik pada lawan debat, setelah debat usai. Sayangnya poin tersebut telah banyak dilupakan oleh mahasiswa, sehingga yang muncul adalah debat kusir dan pemecahan problem yang alot. Bahkan bisa terjadi debat berjam-jam lamanya dengan suasana sesak tentang masalah yang tidak perlu diperdebatkan sama sekali.

No comments:

Post a Comment