TEPI DANAU TOBA BERBUNGA SENJA - Majalah Literasi Dinamis

Breaking

Majalah Literasi Dinamis merupakan bagian dari Literasi Dinamis (LidiNews.com). Media Majalah Literasi Dinamis Membagikan informasi tentang Dunia Kampus dan Literasi.

Followers

Friday, March 13, 2020

TEPI DANAU TOBA BERBUNGA SENJA

TEPI DANAU TOBA BERBUNGA SENJA
Oleh : Arjuna Herianto Tri Mayldo Munthe
Berdiri sendiri di tepi Danau Toba menatap cahaya senja yang hendak tenggelam. Menyendiri memang sudah kesenangan Cinta setiap sore di tepi danau itu.

      Cinta memang sudah kelas 3 SMA yang kebetulan bersekolah di sekolah Favorit Kecamatan Sianjae. Hanya saja Cinta masih dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Suatu hal yang wajar karena Cinta adalah anak tunggalnya Pak Rianto.

Sebenarnya Cinta sangat ingin pergi keluar kota, akan tetapi kedua orang tuanya menolak, dan karena itulah salah satu alasan Pak Rianto. Sehingga apapun yang diminta oleh Cinta langsung diberikan Pa Rianto. Agar Cinta betah tinggal di desa dan tidak pergi merantau ke luar kota.

Pak Rianto bisa saja  memberikan apapun yang diminta oleh putrid tunggalnya, Karena pak rianto bisa dikatakan pedagang yang sukses di kecamatan sianjae.

“Hei.. Cin. Sudah ku duga, ternyata benar di sini”. Ucap Ranes lembut dari sebelah kiri Cinta berjarak sekitar 10 Meter.

“E..eh, Kau Ran. Terkejut aku kau buat. Darimana kau?” Tanya Cinta sembari duduk santai di bebatuan tepi danau, meluruskan kaki ke depan.

“Kenapa lagi cin? Ada masalah baru?”

“Enggak kok, santai”

“Yakiiin… Lagi baik loh aku mau dengarin kau ngomong” Ranes senyum bercanda menunjukkan gigi putihnya ke arah Cinta.

“Santaaai, enggak ada apa apa, aku tau kok, kau memang sahabat satu satunya yang tiada dua” Cinta tersenyum sembari berdiri. “Pulang yok, nanti aku di marahin lagi kalau terlalu asik sama air yang tenang di depanku” lanjut Cinta menarik lengan Ranes dan langsung melepasnya begitu saja.

“Iya… iya…” Tangan kiri ranes mengambil batu kecil berbentuk jengkol sembari berdiri “Aku ada sesuatu  untukmu Cin” ketus Ranes  melanjutkan ucapannya.

“Apa?”

“Ini” Ranes mengarahkan batu kecil yang baru saja dia ambil dan memberikannya pada Cinta dengan mimik wajah yang serius.

“Maksudnya apa? Ini… batu.. buatku?macam ngga pernah liat batu aja aku ya? Hihi” tawa kecil Cinta nada mengeledek Ranes.

“Bukan gitu.. ini, ambil aja dulu” Ranes membuka kolapak tangan kanan Cinta dan meletakkannya di tangan Cinta.

“Ha..?” Cinta terdiam sejenak dengan wajah sangat heran ketika melihat wajah Ranes dengan sangat serius, tetapi tetap memegang batu kecilnya.

Tepat di bawah pohon mangga tua yang tidak jauh dari tepi Danau Toba tempat Cinta biasa menikmati kesendiriannya. Jarah 100 meter dari pohon, Pak Rianto melihat putri tunggalnya dan dua orang pemuda di bawah pohon mangga tua tersebut.

“Cinta…” Ranes menatap tajam bola mata Cinta.

“Ia Ran, maksudnya apa ini Ran? Aku bingung sebingung bingungnya, suwer” Cinta mengangkat jari telunjuk dan jari tengah pada tangan kanannya terpisah. Sehingga terlihat oleh Ranes  batu kecil itu masih digenggam oleh Cinta.

“Cin.. Seharusnya yang bingung itu adalah aku, bukan kau”

“Wah, kok gitu. Kenapa?”

“Kau tau Cin?” Ranes melihat jam tangan di tangan kirinya dan kembali menatap tajam bola mata Cinta.

“Hari Sudah malam, kalau kau lempar sekarang  batu ini ke danau sana, sejauh mungkin, sekuat tenagamu…” Ranes menunggu suara teman akrabnya  di kursus musik, yang memang malam ini sudah direncanakan oleh mereka berdua sejak beberapa hari lalu.

“Akan kucari sampai dapat dan sebesar itulah rasa cintaku padamu Cin” Sambung Mayldo dari balik pohon mangga sedikit teriak.

“Itu dia yang mau kusampaikan, dia bijak mencari kata kataku” Ranes memegang kedua bahu temannya, Mayldo dan menariknya ke hadapan Cinta.

“Maaay may, memangnya nggak ada yang lebih konyol daripada melempar batu? Hahaha” Cinta tertawa melihat Mayldo yang keluar dari bali pohon mangga tua dengan penampilan seperti seorang marhaen. Seorang petani bertopi bulat dengan cangkul kecil di pundak.

“Kau pikir.. kau buat seperti ini, aku suka, gitu?” ucap Cinta nada kembut dengan wajah sinis melihat Mayldo.

Pada malam itu sekitar pukul 19.02 Pak Rianto pulang ke rumah tanpa memanggil putri tunggalnya. Pak Rianto sudah sangat percaya pada Ranes sahabat putrinya yang paling bisa menjaga kepercayaan Pak Rianto sejak Ranes masih kecil. Sedangkan Ranes tengah terdiam menghadap Danau Toba meski yang tampak hanyalah cahaya lampu lampu di tepi danau yang jauh dari tempat mereka saat ini.

“Cinta..” Ketus Mayldo.

Ucapan Mayldo sangat jelas terengar karena hanya suara angin dan ombak yang megiringi.

            “Apa.. Mau gombal kau? Ngga lau samaku, mau minta maaf? Ngga penting sama sekali” ujar Cinta dengan wajah sinis.

            “Ciiin..” Ucap Ranes tanpa menoleh kea rah Cinta dan Mayldo di belakangnya. “Kasi aja dia waktu buat bicara, setelah selesaibaru bisa kita buat kesimpulan”. Lanjut Ranes.

            “Cin…”. Ucapan Mayldo  langsung dipotong oleh Cinta.

            “Cin cin cin… Kuciing? Sudahlah ngga usah capek capek supaya romanticlaaah, supaya ginilaaah, liat itu bajumu, belum mandi aja udah dekatin cewe manis seperti aku...”

“Wekk.. Manniiis, pahit euy” teriak Ranes dari jauh.

            “Aku mau ngomong dulu sebelum kau ngomong, boleh nggak?” tanya Cinta kepada Ranes dengan nada sedikit lebih tinggi.

            “Boleh Cin.. ngga apa apa” balas Mayldo yang sudah merasa serba salah.

            “Hampir setiap sore aku kemari melihatmu, tapi kau yang kedua, bukan kau yang sebenarnya”.

            “Maksudmu Cin?”

            “Setiap aku melamun di tepi itu” menunjuk tempat ia biasa duduk santai”. Aku melihatmu karena aku merasa kehangatan. Aku sering bercerita , tapi karena kau yang kedua , tidak bisa membalas ucapanku” lanjutnya.

            “Maksudmu gimana Cin? Kalau aku dengar, pastinya kujawab” wajah kebingungan ditambah penasaran “Aku yang kedua? Siapa yang pertama, diakah yang kau sembunyikan selama ini?” Nada penasaran Mayldo meningkat.

            “Di saat kau tidak ada di sini,  aku duduk di tepi danau menikmati senja sambil main air. Aku sering bercerita pada danau dan bertanya di mana Mayldoku yang kucintai saat ini. Danau itu menjawab dengan bayangan cahaya senja tepat di hadapanku”.

            Mayldo menghampiri Cinta dan memeluknya sembari menyatakan perasaannya kepada Cinta. “Cin.. Aku mencintaimu” ujar Mayldo tanpa melepas pelukannya.

            Sejak saat itu, setiap aku rindu kepada Ranesku, Aku pergi ke tepi danau itu sebagai pelepas rinduku padamu, terimakasih pria tampan”.

            Malam itu malam yang menyedihkan , karena aku harus mengeluarkan air mata. Malam itu malam yang memalukan, Karena air mataku keluar di hadapan pria tampan. Malam yang hangat dan malam yang membuat dunia ini serasa milikku bersama Ranes. Terimakasih. Danau Toba Berbunga Senja.

~ S E L E S A I ~

No comments:

Post a Comment